Hena Lo'i, Hena latu Huamual

Hena Lo'i,  Hena latu Huamual
lokki 1652

Sejarah Kerajaan Huamual harus diluruskan.

Banyak orang yang menulis ttg sejarah kerajaan huamual, banyak pendapat yg bertubrukan dan berdampak kepada pemutarbalikan sejarah dari yg sebenarnya.

Rabu, 01 September 2010

Suku Bangsa Maluku

Suku bangsa Maluku didominasi oleh ras suku bangsa Melanesia Pasifik, yang masih berkerabat dengan Fiji, Tonga, dan beberapa bangsa kepulauan yang tersebar di kepulauan Samudra Pasifik.

Banyak bukti kuat yang merujuk bahwa Maluku memiliki ikatan tradisi dengan bangsa bangsa kepulauan pasifik, seperti bahasa, lagu-lagu daerah, makanan, serta perangkat peralatan rumah tangga dan alat musik khas, contoh: Ukulele (yang terdapat pula dalam tradisi budaya Hawaii).

Mereka umumnya memiliki kulit gelap, rambut ikal, kerangka tulang besar dan kuat, dan profil tubuh yang lebih atletis dibanding dengan suku-suku lain di Indonesia, dikarenakan mereka adalah suku kepulauan yang mana aktivitas laut seperti berlayar dan berenang merupakan kegiatan utama bagi kaum pria.

Sejak jaman dahulu, banyak diantara mereka yang sudah memiliki darah campuran dengan suku lain, perkawinan dengan suku Minahasa, Sumatra,Jawa, Madura, bahkan kebanyakan dengan bangsa Eropa (umumnyaBelanda dan Portugal) kemudian bangsa Arab, India sudah sangat lazim mengingat daerah ini telah dikuasai bangsa asing selama 2300 tahun, dan melahirkan keturunan keturunan baru, yang mana sudah bukan ras Melanesia murni lagi. Karena adanya percampuran kebudayaan dan ras dengan orang Eropa inilah maka Maluku merupakan satu-satunya wilayah Indonesia yang digolongkan sebagai daerah Mestizo. Bahkan hingga sekarang banyak marga di Maluku yang berasal bangsa asing seperti Belanda(Van Afflen, Van Room, De Wanna, De Kock, Kniesmeijer, Gaspersz, Ramschie, Payer, Ziljstra, Van der Weden, dll) dan Portugal (Da Costa, De Fretes, Que, Carliano, De Souza, De Carvalho, Pareira, Courbois, Frandescolli, dll). Ditemukan pula marga bangsa Spanyol(Oliviera, Diaz, De Jesus, Silvera, Rodriguez, Montefalcon, Mendoza, De Lopez, dll) serta Arab (Al-Kaff, Al Chatib, Bachmid, Bakhwereez, Bahasoan, Al-Qadri, Alaydrus, Assegaff, dll). Cara penulisan marga asli Maluku pun masih mengikuti ejaan asing seperti Rieuwpassa (baca: Riupasa), Nikijuluw (baca: Nikiyulu), Louhenapessy (baca: Louhenapesi), Kallaij (baca: Kalai), Akyuwen (baca: Akiwen).

Dewasa ini, masyarakat Maluku tidak hanya terdapat di Indonesia saja melainkan tersebar di berbagai negara di dunia. Kebanyakan dari mereka yang hijrah keluar negeri disebabkan olah berbagai alasan. Salah satu sebab yang paling klasik adalah perpindahan besar-besaran masyarakat Maluku ke Eropa pada tahun 1950an dan menetap disana hingga sekarang. Alasan lainnya adalah untuk mendapatkan kehidupan yang labih baik, menuntut ilmu, kawin-mengawin dengan bangsa lain, yang dikemudian hari menetap lalu memiliki generasi-generasi Maluku baru di belahan bumi lain. Para ekspatriat Maluku ini dapat ditemukan dalam komunitas yang cukup besar serta terkonsentrasi di beberapa negara seperti Belanda, Inggris, Amerika Serikat, Rusia, Perancis, Belgia, Jerman dan berbagai benua lainnya.

SANIRI NEGERI

Jauh pada masa leluhur di Maluku (di pulau Seram) terdapat dua suku yakni Alune dan Wemale. Dalam suku-suku itu hidup kelompok-kelompok kecil masyarakat, atau keluarga yang membentuk satu persekutuan mata rumah. Kelompok mata rumah terdiri dari beberapa keluarga yang berasal dari satu leluhur. Mata rumah-mata rumah itu kemudian membentuk satu unit sosial yang disebut soa.


Tiap-tiap soa dipimpin oleh seorang upu, dan menempati bagian wilayah di dalam Aman atau Hena. Masing-masing soa membagi wilayahnya, di mana batas antarsoa ditandai dengan batu teung. Di dalam masyarakat tipe ini belum ada pembagian wewenang yang tegas.

Aman dipimpin oleh seorang Upu. Karena awalnya upu adalah juga pemimpin soa, maka upu yang memimpin aman biasa disebut Amanupui, atau di tempat lain disebut Latu-Nusa. Dalam aman pola pengorganisasian sosial mulai berkembang. Cooley menulis bahwa “upu bertanggung jawab atas semua urusan keduniaan. Dalam urusan peperangan ia dibantu oleh seorang malessi. Sedangkan urusan agama dan “dunia seberang” diselenggarakan oleh mauweng dan pembantunya malimu atau maitale (Cooley, 1987:222).

Pola pembagian tugas dan peran sosial seperti itu menunjuk bahwa belum ada perbedaan yang mencolok dalam pola pengorganisasian masyarakat. Peran-peran masih bersifat sederhana, meliputi segmen-segmen sosial yang terbatas, berkaitan dengan bagaimana hidup di alam dan bagaimana hubungan masyarakat dengan dunia seberang. Bobot peran dipegang tokoh-tokoh tertentu dalam masyarakat, karena kharisma dan legitimasi tradisional (misalnya raja oleh mata rumah yang telah dikhususkan).

Lambat laun soa menjadi besar. Muncul usaha untuk memperluas teritori baik secara spontan maupun “agresi sosial”. Peperangan atarsuku Wemale dan Alune misalnya dalam sejarah migrasi orang-orang Wemale di Honitetu dengan Alune di Rumberu, memperlihatkan bahwa konflik menjadi bagian dari upaya pembentukan teritori baru. Pertambahan anggora soa dan/atau konflik mendorong ekspansi sosial untuk memperluas dan/atau mencari teritori baru ke luar pulau Seram. Terjadilah gelombang migrasi beberapa mata rumah atau soa pada satu aman/hena dari Seram ke Ambon-Ulias.

Pada masa migrasi leluhur sebagian besar migran dipimpin oleh seorang kapitan. Di negeri yang baru, struktur dan sistem pemerintahan Aman dipertahankan. Hanya saja kepala pemerintahan ialah kapitan (menggantikan posisi dan tempat Amanupui/Latu-Nusa), dibantu oleh malessi dan mauweng. Pembantu-pembantu lainnya ialah marinyo, dan kewang. Masa kepemimpinan kapitan relatif singkat; lebih banyak berkaitan dengan perebutan atau penetapan teritori baru. Sampai dengan penetapan sebuah teritori sebagai teritori defenitif, kapitan masih berfungsi untuk beberapa saat hingga diangkatnya Amanupui yang baru. Setelah itu, kapitan bertugas menangani urusan keamanan dan peperangan.

Penetrasi Ternate ke Ambon, melalui Hitu, turut pula membawa gelombang perobahan dalam tatanan pemerintahan lokal (autochtnous form of government). Sistem uli diperkenalkan sebagai suatu bentuk pemerintahan di Ambon. Namun, corak pemerintahannya jelas berbeda dengan tatanan sebelumnya. Oleh orang-orang Ambon, sistem ini malah dijadikan sebagai semacam sistem koordinasi plitis antaraman/hena; terutama yang memiliki garis keleluhuran dan pola penataan sosial yang (mirip) sama.

Dalam sistem uli, posisi aman tetap dipertahankan, malah setiap aman tetap memiliki pemimpinnya sendiri. Di Ambon, jejak peninggalan Uli terlihat seperti Uli Helawan, Uli Seilessy, Uli Sawani, Uli Hatunuku, Uli Ala, Uli Nau Bunau dan Uli Solameta, dan kemudian menjadi satu Uli yaitu Uli Hitu (Leihitu); atau Uli Nusanive, Uli Urimessing, Uli Terangbulan, Uli Sirimahu, Uli Ema (Leitimor).

Ketika penetrasi Portugis, sistem-sistem pemerintahan ini tidak mengalami pergeseran yang berarti. Kurang terasa di Leihitu, karena klik Ternate berdampak pada tergesernya Portugis ke Leitimor. Tetapi di Leitimor, justru persekutuan Uli ini digunakan dalam sistem pekabaran injil, sehingga setiap negeri merupakan pusat Uli, menjadi pusat jemaat untuk pengembangan kekristenan, yang bertugas mengkoordinasi negeri-negeri dalam persekutuan Ulinya.

Penetrasi Belanda yang membawa perubahan cukup serius dalam tatanan pemerintahan negeri itu. Persekutuan Uli tereliminasi dengan jalan menghidupkan kembali negeri-negeri sebagai sebuah “republik” yang dipimpin oleh seorang Raja. Raja mendapat tempat cukup istimewa sebagai bagian dari admininstratur residen. Malah menurut Cooley, mereka digaji cukup, dan juga mendapat bonus dari setiap anggota masyarakat yang menjadi pasukan Hongi. Di sini muncul jabatan baru dalam komposisi Saniri Negeri yakni “juru tulis” (orang yang berpendidikan).

Walau demikian, masa itu di setiap negeri dapat dijumpai Saniri Negeri, yang memperlihatkan telah adanya pola pembagian wewenang yang cukup modern. Pemerintahan telah berlangsung dalam corak adatis yang kuat. Setiap sistem dan elemen pemerintahan bertugas pada masing-masing sektor yang telah ditetapkan sejak zaman dahulu.

Mengenai Saniri sendiri, di setiap negeri terdapat tiga lembaga Saniri, yakni Saniri Rajapatih (dewan raja dan pembantunya), Saniri Negeri Lengkap, dan Saniri Negeri Besar. Saniri Negeri bertugas memilih anggotanya yang berasal dari setiap soa. Jabatan lain yang melengkapi struktur Saniri ini adalah kapitan, malessi, mauweng, kewang, marinyo; untuk tugas-tugas kemasyarakatan.

Situs Pemukiman Kuno ditemukan di Desa Hatusua

Balai Arkeologi Ambon menemukan situs pemukiman kuno di pesisir pantai Pulau Seram bagian barat atau persisnya di Desa Hatusua, Kecamatan Kairatu, Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku.

Salah satu peneliti di Balai Arkeologi Ambon, Wuri Handoko, di kantornya, mengatakan tim dari Balai Arkeologi Ambon memastikan tanah lapang yang sekarang kondisinya ditumbuhi rerumputan itu sebagai pemukiman kuno berdasarkan pada barang-barang yang ditemukan di sana.

Barang itu seperti banyaknya pecahan gerabah, pecahan keramik, dolmen atau batu meja, bekas pagar batu, dan rangka manusia. Semua ditemukan tersebar di lahan seluas lebih dari satu hektar.

Sayangnya saat ini, lokasi situs pemukiman kuno itu terancam keberadaannya karena aktivitas manusia.

Bebatuan gamping dari Goa Pintu Tujuh banyak diambil penambang batu guna dipakai pembangunan gedung perkantoran Pemerintah Kabupaten Seram Bagian Barat. Selain itu, lahan kosong tempat situs pemukiman kuno berada, beberapa diantaranya di manfaatkan untuk ladang warga.

Balai Arkeologi Ambon merencanakan bertemu dengan masyarakat setempat dan pemerintah guna mensosialisasikan temuan ini. Harapannya, setelah disosialisasikan ada perlindungan terhadap situs itu mengingat pentingnya situs sebagai lapangan studi arkeologi, sejarah budaya, bahkan bisa dimanfaatkan sebagai obyek wisata, jelasnya.

Tags: , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

SUKU WEMALE











Wemale adalah kelompok etnis di pulau Seram, Indonesia. Mereka berjumlah 9.000 dan tinggal di 39 desa di pulau Seram. Seperti suku Alune di barat, mereka berasal dari kelompok nenek moyang yang sama, yang disebut Patasiwa.

Budaya Wemale telah banyak berubah pada dekade-dekade terakhir karena konsumerisme merusak nilai tradisional.